1. Hubungan
Produsen dan Konsumen
Pada umumnya konsumen dianggap mempunyai hak tertentu dan wajib dipenuhi oleh produsen, yang
disebut sebagai hak kontraktual. Hak kontraktual adalah hak yang timbul dan
dimiliki seseorang ketika ia memasuki suatu persetujuan atau kontrak dengan
pihak lain. Maka, hak ini hanya terwujud dan mengikat orang-orang tertentu,
yaitu orang-oramg yang mengadakan persetujuan atau kontrak satu dengan yangt
lainnya. Hak ini tergantung dan diatur oleh aturan yang adadalam masing-masing
masyarakat.
Ada beberapa aturan yang perlu dipenuhi dalam sebuah kontrak yang
dianggap baik dan adil, yang menjadi dasar bagi hak kontraktual setiap pihak
dalam suatu kontrak !
a. Kedua
belah pihak mengetahui sepenuhnya hakikat dan kondisi persetujuan yang mereka
sepakati.
b. Tidak
ada pihak yang secara sengaja memberikan fakta yang salah atau memalsukan fakta
tentang kondisi dan syarat-syarat kontrak untuk pihak yang lain.
c. Tidak
boleh ada pihak yang dipaksa untuk melakukan kontrak atau persetujuan itu.
d. Kontrak
juga tidak mengikat bagi pihak mana pun untuk tindakan yang bertentangan dengan
moralitas. Maksudnya, kalau ternyata kontrak itu dimaksudkan untuk melakukan
tindakan yang bertentangan dengan moralitas, pihak-pihak tersebut bebas
melepaskan dirinya dari kewajiban untuk memenuhi tuntutan dalam kontrak itu.
Dengan kata lain, kontrak itu harus dianggap batal.
Pertanyaan yang harus dijawab sekarang adalah apakah hubungan antara
produsen dan konsumen adalah juga hubungan kontraktual? Jika hubungan jual beli
itu didasarkan pada kontrak tertentu diantara produsen dan konsumen, maka
hubungan tersebut merupakan sebiah hubungan kontraktual. Karena itu,
masing-masing pihakmempunyai hak dan kewajiban tertentu yang sama-sama harus
dipenuhi.
Namun, jawabannya menjadi sulit kalau menyangkut hubungan antara
produsen dan konsumen pada umumnya, yang tidak pernah didasarkan pada dan
diikat oleh suatu kontrak tertentu. Karena itu, hubungan antara produsen dan
konsumenbukan merupakan suatu hubungan kontraktual, sejauh tidak ada kontrak
atau persetujuan tertulis diantara kedua belah pihak. Produsen dan konsumen
berinteraksi secara anonim. Masing-masing pihak tau bahwa dipihak sana ada
pribadi-pribadi tertentu, entah produsen atau konsumen, namun tidak pernah
jelas jati diri mereka. Produsen tidak pernah tau secara persis siapa yang akan
menjadi konsumennya. Ia hanya menduga dan menebak. Produsen hanya menduga
kelompok masyarakat tertentu (eksekutif, wanita, ibu ruamh tangga, anak-anak,
dan sebagainya)akan menjadi konsumennya. Namun jati diri konmsumennya tidak
diketahui secara persis. Demikian pula konsumen tidak pernah tau secara persis
jati diri produsennya, kecuali bahwa barang dan jasa yang dibelinya diproduksi
oleh perusahaan tertentu, yang barang kali juga tidak diperdulikan alamatnya
kendati tercantum jelas-jelas pada produk yang dibelinya.
Selebihnya tidak ada sebuah ikatan formal dalam bentuk kontrak atau
persetujuan diantara produsen dan konsumen. Karena itu, menjadi sangat sulit
untuk mengatakan bahwa hubungan antara produsen dan konsumen adalah sebuah
hubungan kontraktual.
Atas dasar ini, menurut pendapat ini, ketentuan dan aturan tersebut
diatas yang menentukan sebuah hubungan kontraktual yang adil dan atis, tidak
berlaku bagi hubungana antara produsen dan konsumen. Demikian pula, tidak ada
hak dan kewajiban kontraktual antara produsen dan konsumen.
Karena itu, sebagaimana halnya semua interaksi sosial lainnya, interaksi
bisnis antara produsen dan konsumen pun tetap mengenal adanya hak dan kewajiban
antara satu pihak dan pihak lainnya. Hak dan kewajiban ini tridak pertama-tama
didasarkan pada kontrak tertentu, melaikan didasarkan pada kenyataan bahwa
interaksi bisnis antara produsen dan konsumen adalah juga interaksi sosial,
interaksi manusia dengan manusia.
Adanya hak pada konsumen atas dasar bahwa interaksi bisnis adalah
interaksi manusia lebih berlaku lagi dalam interaksi bisnis antara penyalur dan
konsumen atau pelanggan. Dalam transaksi ini jelas-jelas terlihat bahwa
transaksi tersebut adalah suatu bentuk interaksi manusia.
Sebagaimana halnya dalam interaksi sosialmana pun, demi menjamin hak
masing-masing pihak dibutuhkan dua perangkat pengendali atau aturan. Pada
gtempat pertama, ada aturan moral yang tertanam dalamhati sanubari manusia dan
seluruh masyarakat yang akan berfungsi mengendalikan dan memaksa diri dalam
baik produsen atau pun konsumen untuk menghargai atau tidak merugikan hak dan
kepentingan masing-masing pihak. Pada tempat kedua, perlu ada aturan hukum yang
dengan sanksi dan hukumannya secara efektif mengendalikan dan memaksa setiap
pihak untuk menghormati atau paling tidak merugikan hak dan kepentingan
masing-masing pihak.
Kedua perangkat pengendali ini terutama tertuju pada produsen dalam
hubungannya denagn konsumen, paling kurang karena dua alasan berikut. Pertama,
dalam hubungan antara konsumen dan penyalur barang atau jasa tertentu pihak
lain, konsumen atau pelanggan terutama semakin lemah dan rentan untuk
dirugikan. Contoh konkret adalah konsumen di negara-negara barat sudah sangat
kuat dalam tuntutannya akan produk yang perduli lingkungan. Namun, dibanyak
negara berkembang realitas menunjukkan bahwa konsumen masih berada pada posisi
lemah, dan karena itu perlu ada perangkat pengendali, khususnya aturan
perundang—undangan demi mengamankan dan melindungi hak dan kepentingan kosumen.
Kedua, dalam kerangka bisnis sebagai sebuah profesi, konsumen
sesungguhnya membayar produsen untuk menyediakan barang kebutuhan hidupnya
secara profesional. Produsen dalam hal ini diandaikan adalah orang yang
profesional dan yang karena itu bisa diandalkan dan dipercaya dalam menyedakan
barang kebutuhan konsumen secara profesional karena satu dan lain alasan.
Aturan ini sekaligus menggariskan kewajiban yang harus dipenuhi produsen
(termasuk pemasok dan penyalur) terhadap konsumennya.
Aturan tersebut adalah, pertama produsen wajib memenuhi semua ketentuan
yang melekat baik pada produk yang ditawarkan maupun pada iklan tentang produk
itu. Kedua, produsen punya kewajiban untuk menyingkapkan semua informasi yang
perlu diketahui oleh semua konsumen tentang sebuah produk. Semua fakta harus
diungkapkan secara benardan tuntas, termasuk mengenai resiko keamanan dan
keselamatan dalam menggunakan produk tertentu. Misalnya, produk mainan
anak-anak. Harus jelas batas usia dan kemungkinan resiko yang bisa dihadapi.
Ketiga, kewajiban untuk tidak
mengatakan yang tidak benar tentang produk lain yang ditawarkan. Kewajiban ini
lebih keras dari dua kewajiban lain diatas karena dalam mengatakan hal yang
tidak benar tentang suatu produk sudah jelas-jelas terkandung dalam unsur
penipuan. Pada dua kewajiban lain diatas, bisa saja ada unsur kelelaian tak
sengaja (saat mencampur bahan baku, ada kekeliruan menghitung, atau ada
kelupaan dalam menyampaikan informasi yang tidak terungkapkan).
Dari ketiga kewajiban diatas terlihat jelas bahwa informasi tentang
produk memainkan peranan penting. Dalam banyak kasus, informasi adalah dasar
bagi konsumen untuk memutuskan membeli sebuah produk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar